Kegunaan & Peranan Penelitian


I.                 
 Kegunaannya :     Untuk menyelidiki keadaan dari, alasan untuk, dan konsuensi terhadap suatu set keadaan khusus.

Peranannya    :     Meliputi aspek-aspek pemasaran, penerapan teknologi, alat-alat pertanian, pengangkutan serta perangsang produksi

Cara-cara menilai keuntungan (benefit) dari penelitian :

1.               Menggunakan teknik internal rate of return to investment
2.               Dengan menghitung nilai marginal dari output per dolar modal yang ditanamkan dalam penelitian

II.               Jenis-jenis Penelitian

1.               Penelitian Dasar (Basic Research)
Adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian & keingintahuan terhadap hasil suatu aktifitas, tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan.
Contohnya : Penelitian murni misalnya penelitian tentang gene, nucleus dan sebagainya

2.               Penelitian Terapan (Applied research practical research)
Adalah Penyelidikan yang hati-hati, sistematik & terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tetapi hasilnya tidak perlu sebagai suatu penemuan  baru tapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang ada.

Lima langkah dalam pelaksanaan penelitian terapan menurut charters (1925) yang disistem oleh Whitney (1960)

1.               Sesuatu yang sedang diperlukan, dipelajari, diukur & diperiksa kelemahannya
2.               Satu dari kelemahan yang diperoleh, dipilih sebagai bahan penelitian
3.               Biasanya dilakukan pemecahan dalam laboratorium
4.               Dilakukan modifikasi sehingga penyelesaian dapat untuk diterapkan
5.               Pemecahannya dipertahankan & menempatkannya dalam satu kesatuan sehingga menjadi bagian yang permanen dari satu sistem
Contoh penelitian terapan, misal penelitian tentang pengaruh traktorisasi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengaruh pemupukan daun terhadap tanaman jagung, dan sebagainya


 
III.              Penelitian Ilmu Sosial vs Ilmu Natura

Indikator
Sosial
Natura

-        Kompleksitas
-        Kualitas Data
-        Orientasi Penelitian
-        Objek Penelitian


-        Prediksi Hasil
-        Sumber Data

-        Posisi Penelitian terhdp objek penelitian


-        Lebih kompleks
-       Tidak Eksak
-       Orientasi Luas
-       Tidak bisa eksperimen pada sample yang terjamin ketepatannya
-       Sulit diprediksi
-       Bersandar pada daya ingat objek penelitian
-       Sangat dekat dengan objek

-     Lebih spesifik
-     Lebih kendali
-     Orientasi sempit
-     Bisadilakukan eksperimen pada sample yg terjamin ketepatnnya
-     Bisa diprediksi
-     Berdasar pada hal eksperimen sample
-     Terpisah dengan objek

IV.             Sifat-sifat (ciri) khas Penelitian (Crawford, 1928)

1.               Penelitian harus berkisar disekitar disekeliling masalah yang ingin dipecahkan
2.               Penelitian sedikitnya harus mengandung unsur-unsur orisinalitas
3.               Penelitian harus didasarkan pada pandangan  “ingin tahu”
4.               Penelitian harus berdasarkan pada asumsi bahwa suatu fenomena mempunyai hukum-hukum pengaturan (order)
5.               Penelitian berkehendak untuk menemukan generalisasi atau dalil
6.               Penelitian merupakan studi tentang sebab akibat
7.               Penelitian harus menggunakan pengukuran yang akurat
8.               Penelitian harus menggunakan teknik yang secara sadar diketahui

V.               Aktifitas Penelitian Tempo Dulu

1.               Charles Darwin dengan prinsipnya Bconian
-        Cara Penelitian sistemik (systematic inquiry)
-        Aktifitas penelitiannya secara induksi yang terpencar
-        Objek penelitiannya hewan& tumbuhan
-        Penelitiannya tanpa petunjuk hipotesis
-        Waktu penelitian lama & biayanya mahal
-        Hanya bisa dilakukan oleh orang-orang genius

2.               Charters dalam studinya tentang kurikulum
-        Menganalisa kegiatan & sifat-sifat objek penelitian untuk melihat kesulitan yang ........... sebagai suatu kesalahan yang diteliti
-        Uji cobanya pada kurikulum yang sudah terorganisir & diperbaiki di fakultas
-        Uji pronostik dilakukan di kantor & sekretarisnya disediakan

3.               Kilpatrick (1931) dalam studinya tentang generalisasi
-        Mementingkan konsep-konsep & hipotesis sebagai tindakan yang filosofis
-        Hipotesis menentukan asumsi dasar dalam kegiatan pemikiran reflektif yang digunakan
4.               T.L Kelly (1932)
-        Merumuskan pemecahan tentatif terhadap masalah
-        Metode eksperimennya dengan kontrol yang cermat

Penelitian tempo dulu bekerja berdasarkan berfikir secara reflektif ala Dewey


VI.             Syarat Utama untuk berhasilnya penelitian

1.               Syarat-syarat pelaksanaan penelitian (Somer, 1959)
-        Adanya kesadaran masyarakat
-        Harus ada sarana & pembiayaan yang cukup
-        Hasil penelitian harus dengan segera diterapkan
-        Harus ada kebebasan dalam meneliti
-        Peneliti harus mempunyai kualifikasi yang diperlukan

2.               Faktor-faktor yang menentukan agar penelitian efektif
-        Sarana & prasarana yang cukup
-        Kesiapan diri peneliti
-        Lingkungan

3.               Efisiensi penelitian bergantung pada
-        Keterampilan peneliti & teknisi
-        Organisasi penelitian serta kepimpinan dan hubungan antara unit dalam meneliti
-        Orientasi kegiatan penelitian terhadap masalah ekonomi yang dihadapi

4.               Kualifikasi peneliti harus didasarkan kepada
-        Intelengensia
-        Kekuatan bekerja
-        Sifat jujur & rajin

5.               Kriteria seorang peneliti (menurut Whitney 1960)
-        Harus mempunyai dengan nalar yang tinggi
-        Harus mempunyai daya khayal ilmiah & harus kreatif
-        Harus mempunyai daya ingat yang kuat, selalu eksentif & logis
-        Harus mempunyai kewaspadaan sebagai cepat dapat melakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi atas suatu variabel atau fenomena
-        Harus mempunyai sifat kooperatif, dapat bekerjasama dengan siapapun
-        Harus sehat, baik jiwa maupun fisik
-        Kesehatan sipeneliti ditunjang oleh semangat untuk meneliti
-        Harus mempunyai kejujuran intelektual mempunyai moral yang tinggi, beriman & dapat dipercaya

Pengembangan penelitian ditentukan oleh :

1.               Tingkat pengetahuan si peneliti
2.               Keterampilan si peneliti
3.               Kualifikasi si peneliti
Boyce & Evenson 1975 membagi keterampilan dalam 4 tingkat, yaitu :

1.               Keterampilan Inventif
2.               Keterampilan Teknis (engineering)
3.               Keterampilan Teknis Ilmiah
4.               Keterampilan Ilmiah – Konseptual

[+/-] Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

RUMAH Sebagai Basis PENDIDIKAN

HOME SCHOOLING

Lembaga pra sekolah dan sekolah hanya berperan sebagai partner pembantu. Tugas penting orang tua akan sangat terdukung jika mampu menciptakan suasana rumah sebagai tempat tinggal sekaligus basis pendidikan. Tugas berat memang, tetapi ada banyak cara untuk melakukannya.

Budaya Ilmiah Di Rumah

Budaya ilmiah pada anak, bisa kita mulai dari pendidikan di rumah. Budaya belajar tidak hanya ditekankan pada anak-anak, namun orang tua dan anggota keluarga lainnya harus memberikan teladan yang baik pada anak. Setiap harinya, orang-orang inipun harus belajar sebagaimana mereka mengharapkan anak-anak mereka mau belajar setiap hari.

Orang dewasa harus menunjukkan kepada anak-anak, bahwa mereka pun gemar belajar. Gairah orang tua untuk terus belajar inilah yang akan dicontoh anak, sehingga tanpa disuruh pun, anak anak senang untuk belajar. Sebaliknya, jika orang tua tidak pernah menunjukkan aktivitas belajar, tetapi selalu saja menasehati anak untuk belajar, itu hanyalah omong kosong, tidak akan mendapat perhatian dari anak.

Lestarikan Jam Baca

Membudayakan jam baca pun sangat baik dilakukan. Bisa diseragamkan waktunya untuk seluruh anggota keluarga, misalnya ba’da isya. Konsekuensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai untuk dibaca. Jangan sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tidak ia *****kan dan tidak ia sukai. Untuk keperluan ini, baik sekali jika mengajak anak rutin berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku, sehingga koleksi bahan bacaan pun menjadi beragam dan menarik.

Tentu tujuan dari jam baca ini bukan untuk memaksa anak supaya belajar, akan tetapi lebih untuk menumbuhkan minat baca pada anak. Beri kesempatan mereka untuk memilih buku apa yang ingin mereka baca. Jangan paksa untuk harus membaca buku pelajaran sekolah. Dan bagi anak yang belum lancar membaca, orang tua bisa mendampinginya.

Gairah Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu pada anak akan terpancing jika mereka menerima informasi yang menarik. Orang tua bisa mengupayakan hal ini dengan menggunakan sarana media informasi.

Sebenarnya setiap bayi terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka berkembang menjadi anak-anak yang selalu serba ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seolah tak pernah berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan kesabaran orang tua untuk terus menjawab pertanyaan dari anak, serta memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah yang akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu pada anak.

Rumah Sebagai Basis Pendidikan

Apabila rumah telah berhasil menjadi basis pendidikan, maka akan tercipta suasana ilmiah yang khas di dalamnya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan akan diistimewakan dan dihargai tinggi. Walaupun ini memerlukan dana dan usaha yang besar, sungguh ini merupakan investasi yang sangat berharga untuk masa depan anak.

Orang tua yang tahu akan kewajibannya, tidak akan lalai dalam melakukan hal ini. Perlu disadari bahwa fungsi rumah sebagai basis pendidikan ini tidak akan pernah tergantikan oleh sekolah. Salah besar jika orang tua merasa urusan pendidikan telah selesai di sekolah.

Tugas pendidikan anak yang utama tetap dipegang oleh keluarga. Berat, memang..

Tetapi insyaAllah, dengan upaya maksimal, rumah sebagai basis pendidikan ini akan banyak menolong perkembangan moral dan akal anak-anak.



Sumber:Irawati Istadi. (TArbiYAh)

[+/-] Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pendidikan Anak Usia Dini


Indonesia pada tahun 1990, telah menandatangani sebuah Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All Declaration) pada konferensi UNESCO, di Thailand. Deklarasi ini menjadi komitmen bersama, untuk menyediakan pendidikan dasar yang bermutu dan non diskriminatif, di masing-masing negara. Realisasi deklarasi tersebut juga sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi Hak Pendidikan (sesuai pasal 26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia/DUHAM, bahwa “Setiap orang berhak memeproleh pendidikan. Pendidikan harus Cuma-Cuma, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.Pendidikan dasar diperlukan untuk menjaga perdamaian.
Pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan sebuah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga negara berusia tujuh hingga lima belas tahun. Namun, pendidikan untuk anak yang berusia dibawah tujuh tahun tidak dimasukkan sebagai pendidikan dasar.

Padahal, istilah pendidikan dasar seharusnya mulai berlaku mulai anak berusia 0-18 tahun. Hal ini sesuai dengan usia golden age atau keemasan anak, yaitu usia 0-9 tahun. Sedangkan menurut Konvensi Anak, yang disebut anak yaitu yang berusia 0-18 tahun. Jadi seharusnya UU mengenai Sistem Pendidikan Nasional tersebut mengakomodir usia anak dari umur 0-18 tahun tersebut.

Salah satu pemenuhan hak pendidikan sejak dini pada usia 3-5 tahun yang kemudian dilakukan masyarakat dan pemerintah yaitu program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Didalam pelaksanaannya, setiap kelurahan yang ada di Indonesia didorong untuk memiliki minimal satu PAUD. PAUD merupakan alternatif pemenuhan hak pendidikan selain Taman Kanak-Kanak (TK) atau Taman Pendidikan Alqur’an (TPA).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2005, PAUD termasuk dalam jenis pendidikan Non Formal. Pendidikan Non Formal selain PAUD yaitu Tempat Penitipan Anak (TPA), Play Group dan PAUD Sejenis. PAUD sejenis artinya PAUD yang diselenggarakan bersama dengan program Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu untuk kesehatan ibu dan anak). Sedangkan pada Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), PAUD dimasukkan kedalam program Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

Pada penyelenggaraan PAUD, jenis pendidikan ini tidak menggunakan kurikulum baku dari Depdiknas, melainkan menggunakan rencana pengajaran yang disebut Menu Besar. Menu Besar ini mencakup pendidikan moral dan nilai keagamaan, fisik/motorik, bahasa, sosial-emosional dan seni. Panduan dalam Menu Besar ini akan dikembangkan oleh tiap PAUD, berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing-masing PAUD.

Selain tidak menggunakan kurikulum baku, PAUD juga ditujukan untuk kalangan ekonomi miskin. Karena biasanya PAUD tidak menarik iuran sekolah atau menarik iuran dengan jumlah yang sangat kecil. Hal ini untuk memenuhi hak pendidikan anak, mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma (Pasal 31 Konvensi Hak Anak).

Namun di beberapa PAUD, setelah berjalan dengan tidak adanya penarikan biaya, dikarenakan biaya operasional biasanya merupakan sumbangan dari berbagai pihak di masyarakat, ternyata mengalami beberapa kendala. Misalnya sumbangan yang didapat hanya dapat memenuhi bahan belajar murid, namun hal lain seperti honor para pendidik tidak dapat terpenuhi. Padahal, para pengajar PAUD seringkali memerlukan uang transport untuk menjangkau PAUD yang dibina. Selain itu, para orangtua murid juga meminta adanya rekreasi bersama atau pemakaian baju seragam. Dan untuk kebutuhan seperti ini, PAUD seringkali tidak memiliki dana. Kemudian, beberapa PAUD akhirnya menarik iuran sekolah. Tentunya iuran ini tidak bisa besar jumlahnya, karena para murid PAUD berasal dari keluarga miskin. Rata-rata mereka mengeluarkan sekitar 1000 perhari (dengan jam belajar hanya 2-3 kali seminggu) atau 10.000 per bulan.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional terutama Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah (PLS), sebetulnya sudah menyediakan dana untuk operasional PAUD. Namun dana yang ada ternyata tidak mencukupi kebutuhan operasional seluruh PAUD. Akhirnya dilakukan secara bergilir, pengguliran dana tersebut, dengan cara mengajukan proposal.
Dari masalah pembiayaan yang terjadi di PAUD tersebut, apabila berdasarkan DUHAM Pasal 26 tadi, maka akan terjadi kontradiksi. Pemenuhan hak pendidikan seharusnya gratis, namun kenyataannya belum bisa gratis. Bahwa untuk memenuhi hak pendidikan secara penuh, ternyata masih diperlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Sebetulnya, masalah seperti itu tidak harus terjadi jika pemerintah melakukan upaya-upaya pemenuhan hak pendidikan dengan maksimal.

Pertama, pemerintah seharusnya memasukkan PAUD berusia dibawah 7 tahun sebagai suatu pendidikan dasar, yang harus dipenuhi pada warganegaranya, sehingga PAUD menjadi salah satu prioritas pemenuhan pendidikan dasar sesuai UU yang berlaku. Kedua, anggaran pendidikan tersendiri, tidak disatukan dengan anggaran kesehatan dan jumlahnya seharusnya terbesar dari pengeluaran negara lainnya didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketiga, dialokasikannya anggaran pendidikan yang terbesar jumlahnya dari pengeluaran daerah lainnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Keempat, pengumpulan dana pajak atau retribusi dari perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah PAUD, yang dilakukan oleh pemerintah setempat misalnya tiap kelurahan atau desa, yang dipergunakan terutama untuk pembiayaan pendidikan dasar, baik PAUD, TK, TPA, SD, MI sampai tinkat SMP. Dan yang terakhir, pengumpulan dana swadaya masyarakat, baik dilakukan oleh LSM atau masyarakat sendiri, terutama di tujukan untuk pemenuhan pendidikan bagi warganya sendiri.

Dengan adanya kerjasama, peran serta dan kejujuran semua pihak, untuk mencerdaskan bangsa, terutama anak-anak, maka hak pendidikan tingkat dasar dapat dipenuhi secara maksimal. Kita pun dapat melihat anak-anak, dari keluarga manapun, terutama keluarga miskin, terpenuhi hak pendidikannya. Pada tingkat selanjutnya, pendidikan yang berkualitas kemudian dapat menjadi rencana bersama, setelah hak pendidikan tingkat dasar tersebut terpenuhi.


Sumber : http://www.paud.depdiknas.go.id/index.php/menu-utama/artikel/41-pendidikan-anak-usia-dini

[+/-] Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pendidikan Usia Dini yang Baik Landasan Keberhasilan Pendidikan Masa Depan


Judul : Pendidikan Usia Dini yang Baik Landasan Keberhasilan Pendidikan Masa Depan
Nama & E-mail (Penulis): Drs. H. Agus Ruslan, M.MPd
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ma'arif Bandung
Topik: Pendidikan Anak Usia Dini


Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.



Download disini : PAUD (pdf)

[+/-] Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS